Sudah 12 anak tewas karena terjatuh kedalam lubang-lubang bekas tambang batubara di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, semenjak tahun 2010. Komnas HAM menilai peristiwa tersebut terjadi karena tidak diindahkannya kebijakan pemerintah yang mengharuskan reklamasi areal pertambangan.
Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mengatakan, pemerintah bisa mengambil peran untuk menutup kolam-kolam bekas tambang batubara dengan memanfaatkan dana reklamasi yang sudah terkumpul selama ini. Namun yang terjadi malah sebaliknya, reklamasi tidak juga terjadi, bahkan muncul kesan ditunda-tunda.
Maneger Nasution menduga ada ketidakberesan dalam masalah ini sehingga dia menyarankan perlu dilakukan audit khusus terhadap dana reklamasi yang disetor oleh perusahaan dan penggunaannya.
"Karena itu, harus ada audit yang dilakukan oleh BPK, KPK, atau inspektorat jenderal. Audit ini harus dikembangkan sampai tingkat terbawah, ada tidak dugaan penyelewengan, sengaja, atau tidak digunakan, atau ada kelalaian selama ini. Jadi, tidak sederhana saja," ucap Maneger Nasution.
Sudah selama ini, ungkap Maneger Nasution, Pemkot Samarinda beralasan dana yang sudah disetor tidak dapat digunakan karena tidak ada mekanismenya. Komnas HAM membantah alasan ini karena pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Nomor 78 Tahun 2010 tentang reklamasi dan pasca tambang.
"Ini jaminan bahwa tidak ada alasan tidak menutup lubang tambang. Tidak ada alasan untuk ditunda," ucapnya. Maneger Nasution juga mendesak supaya lubang-lubang bekas tambang tersebut bisa segera direklamasi. Komnas HAM sudah mengirimkan surat resmi kepada wali kota untuk masalah ini," ungkap Maneger Nasution.
Kota Samarinda, Kalimantan Timur, penuh dengan lubang-lubang akibat eksploitasi tambang batubara. Komnas HAM mengungkap data yang diperoleh dari pantauan udara yang dilakukan Polda Kaltim. Setidaknya, terdapat 70 lubang besar yang masih terbuka lebar, diduga tidak direklamasi dan mempunyai potensi mengancam keselamatan para warga.
Komnas HAM mengungkap keheranannya terhadap peran perusahaan penambang dan pemerintah setempat karena belum mereklamasi lubang tambang tersebut, di antaranya ada yang tidak lagi beroperasi. Lubang dibiarkan menganga itu jadi ancaman untuk warga dan berpotensi terulangnya tragedi seperti anak tewas terjatuh ke dalam lubang tambang.
Komnas HAM juga mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kematian anak-anak tersebut. Sampai saat ini, kasus kematian anak di lubang-lubang tambang tersebut menyisakan rasa tidak adil bagi warga. Dan sampai sekarang, baru dua perkara P19 dan cuma tiga yang sudah mendapatkan putusan akhir.
"Ada yang putusannya cuma sembilan bulan. Selebihnya cuma kesepakatan-kesepakatan saja. Sebenarnya, harus ada keadilan untuk keluarga korban. Jangan sampai negara seperti tunduk pada korporasi," ucapnya.
LIKE & SHARE
0 Response to "Sudah 12 anak tewas terjatuh kedalam lubang bekas tambang batubara di Samarinda"
Posting Komentar