Ketua MK Arief Hidayat tidak mau berkomentar lebih jauh mengenai pasal penghinaan presiden yang kembali ingin dihidupkan pemerintah. Menurut Arief Hidayat, sebagai hakim secara etis tidak bisa mengomentari yang sudah diputuskan oleh MK.
"Pasal penghinaan saya tidak bisa berkomentar. Itu sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi (MK), secara etis dan menurut peraturan perundangan saya tidak boleh berkomentar mengenai putusan yang sudah diambil," ungkap Arief Hidayat selesai upacara Peringatan HUT MK ke-12 di kantor Mahkamah Konstitusi, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis 13 Agustus 2015.
Namun, Arief Hidayat menambahkan, sebagai kepala negara presiden perlu dihormati sebagai simbol negara meskipun di mata hukum semua orang diperlakukan sama.
"Presiden sebagai kepala negara itu sebenarnya memiliki posisi yang dalam bahasa Minangnya harus ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah. Kita bisa lihat dari aturan protokoler. Itukan berbeda, coba lihat dengan Ketua MK saja lain. Saya hanya dikawal polisi 2 orang, namun presiden itu banyak. Bahwa itu menunjukkan kalau kita harus mendahulukan presiden sebagai simbol negara. Walaupun sama-sama warga negara," ungkapnya.
Seperti yang sudah diketahui, Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla berupaya menghidupkan kembali pasal penghinaan terhadap presiden dan wapres melalui revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam draf revisi KUHP, pemerintah memasukkan kembali pasal yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
LIKE & SHARE
0 Response to "Tanggapan ketua MK mengenai pasal penghinaan presiden yang ingin dihidupkan pemerintah"
Posting Komentar