Payung bukan hanya berguna melindungi kita dari matahari dan hujan. Bagi
warga Wilayah Administratif Hong Kong, China, payung bagian dari
revolusi demokrasi demi memilih pemimpinnya secara langsung.
Payung menjadi perisai dari semprotan merica dilancarkan oleh polisi anti huru hara. "Payung memang terlihat tidak berbahaya. Namun ketika Anda melewati batas dasar keyakinan kami, kami semua tumpah ke jalan. Persis payung terbuka saat musim hujan," ujar Chloe Ho, mahasiswa sejarah ikut dalam demonstrasi sejak tiga hari lalu, seperti dilansir surat kabar the New york Times (30/9).
Hong Kong, bekas koloni Inggris hingga pada 1997 mereka kembali pada kedaulatan China melalui undang-undang. Hanya di Hong Kong warganya mempertahankan demokrasi secara terbuka, bebas berbicara. Mereka lebih menikmati kebebasan sipil dibandingkan dengan penduduk di daratan China.
Meski milik China namun faktanya Hong Kong memiliki sistem berbeda. Kelompok demokrat mengkritik pemerintahan Ibu Kota Beijing dinilai sudah terlalu jauh ikut campur dalam kebebasan demokrasi mereka dengan menetapkan pemilihan pemimpin sesuai keputusan parlemen China di bawah kekuasaan partai komunis.
China menjanjikan pemilihan bebas atas pemimpin Hong Kong pada 2017. Namun keputusan akhir tetap ditangan Beijing. Keadaan makin runyam saat pemimpin Hong Kong sekarang Leung Chun Ying tunduk pada kebijakan China, berseberangan dengan pro demokrasi. Dia tiba-tiba menjadi musuh nomor satu warga dan langsung dituntut mundur dari jabatannya.
Solid dan merapatnya barisan unjuk rasa Hong Kong datang tanpa diduga. Sebetulnya ada dua kelompok menentang pemilihan terpusat di Beijing yakni kelompok veteran dan demokrat. Namun gelombang besar datang dari anak muda, mengorganisir diri mereka sendiri, dan spontan menjadi kekuatan cukup bikin China merinding. Namun di sisi lain, sangat sulit mengajak mereka berkompromi dengan tawaran apa pun.
Perjuangan mereka mengingatkan bangsa ini beberapa hari lalu, serupa meski tak sama, juga memperjuangkan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. Namun apa lacur, intrik politik di Indonesia sudah demikian kotor justru malah mematikan demokrasi telah dibangun dengan susah payah.
Payung menjadi perisai dari semprotan merica dilancarkan oleh polisi anti huru hara. "Payung memang terlihat tidak berbahaya. Namun ketika Anda melewati batas dasar keyakinan kami, kami semua tumpah ke jalan. Persis payung terbuka saat musim hujan," ujar Chloe Ho, mahasiswa sejarah ikut dalam demonstrasi sejak tiga hari lalu, seperti dilansir surat kabar the New york Times (30/9).
Hong Kong, bekas koloni Inggris hingga pada 1997 mereka kembali pada kedaulatan China melalui undang-undang. Hanya di Hong Kong warganya mempertahankan demokrasi secara terbuka, bebas berbicara. Mereka lebih menikmati kebebasan sipil dibandingkan dengan penduduk di daratan China.
Meski milik China namun faktanya Hong Kong memiliki sistem berbeda. Kelompok demokrat mengkritik pemerintahan Ibu Kota Beijing dinilai sudah terlalu jauh ikut campur dalam kebebasan demokrasi mereka dengan menetapkan pemilihan pemimpin sesuai keputusan parlemen China di bawah kekuasaan partai komunis.
China menjanjikan pemilihan bebas atas pemimpin Hong Kong pada 2017. Namun keputusan akhir tetap ditangan Beijing. Keadaan makin runyam saat pemimpin Hong Kong sekarang Leung Chun Ying tunduk pada kebijakan China, berseberangan dengan pro demokrasi. Dia tiba-tiba menjadi musuh nomor satu warga dan langsung dituntut mundur dari jabatannya.
Solid dan merapatnya barisan unjuk rasa Hong Kong datang tanpa diduga. Sebetulnya ada dua kelompok menentang pemilihan terpusat di Beijing yakni kelompok veteran dan demokrat. Namun gelombang besar datang dari anak muda, mengorganisir diri mereka sendiri, dan spontan menjadi kekuatan cukup bikin China merinding. Namun di sisi lain, sangat sulit mengajak mereka berkompromi dengan tawaran apa pun.
Perjuangan mereka mengingatkan bangsa ini beberapa hari lalu, serupa meski tak sama, juga memperjuangkan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. Namun apa lacur, intrik politik di Indonesia sudah demikian kotor justru malah mematikan demokrasi telah dibangun dengan susah payah.
LIKE & SHARE
0 Response to "Revolusi payung demi pemilihan langsung"
Posting Komentar