Jalanan setapak yang di sampingnya ditumbuhi oleh rumput-rumput ada bekas jejak sepatu boot milik seorang polisi. Cuma berjarak sekitar beberapa meter, terlihatlah bangunan yang berukuran 4x7 meter di antara kandang-kandang sapi.
Bangunan itu tidak memiliki daun pintu, cuma gorden kucal yang menutupinya. Sementara di depan bangunan tersebut, ada sebuah meja yang di atasnya tergeletak peralatan makan. Bangunan tersebut sendiri tidak utuh, hanya sebagian kecil saja yang berdinding batako, sementara sebagian lagi bolong-bolong. Sebuah spanduk bekas yang dibentangkan untuk menggantikan tembok.
Di atas lantai tanah, ada dua buah ranjang dengan kasur lusuh di atasnya dan sebuah lemari kayu besar yang sudah keropos. Pada kayu penyangga genteng tergantung dua buah lampu bohlam yang cuma menyala pada sore hari.
"Iya itu rumah saya," ungkap Muhammad Taufiq Hidayat, seorang polisi yang baru saja menyelesaikan pendidikan polisi tahun 2014 yang lalu, Rabu (14/1).
Sudah dua tahun ini Taufiq tinggal di rumah tersebut bersama ayahnya dan tiga orang adiknya. Bau menyengat kotoran sapi sudah tidak lagi terasa baginya.
Rumah itu dibangun oleh ayahnya setelah berpisah dengan ibunya dua tahun yang lalu. Walaupun cuma bekas kandang sapi, mereka tetap harus membayar sewa tanahnya.
"Itu tanah khas desa jadi tetap harus bayar, dulu saya punya rumah di Jongke juga, tapi dijual setelah orang tua berpisah," ungkapnya.
Ketika waktu malam tiba, Bripda Taufiq tidur bersama dengan tiga adiknya di dalam rumah tersebut. Sementara ayahnya tidur di bak mobil tua miliknya yang biasa dipakai untuk menambang pasir. "Nggak ada tempatnya, jadi bapak tidur di bak mobil," ungkapnya singkat.
Bangunan itu tidak memiliki daun pintu, cuma gorden kucal yang menutupinya. Sementara di depan bangunan tersebut, ada sebuah meja yang di atasnya tergeletak peralatan makan. Bangunan tersebut sendiri tidak utuh, hanya sebagian kecil saja yang berdinding batako, sementara sebagian lagi bolong-bolong. Sebuah spanduk bekas yang dibentangkan untuk menggantikan tembok.
Di atas lantai tanah, ada dua buah ranjang dengan kasur lusuh di atasnya dan sebuah lemari kayu besar yang sudah keropos. Pada kayu penyangga genteng tergantung dua buah lampu bohlam yang cuma menyala pada sore hari.
"Iya itu rumah saya," ungkap Muhammad Taufiq Hidayat, seorang polisi yang baru saja menyelesaikan pendidikan polisi tahun 2014 yang lalu, Rabu (14/1).
Sudah dua tahun ini Taufiq tinggal di rumah tersebut bersama ayahnya dan tiga orang adiknya. Bau menyengat kotoran sapi sudah tidak lagi terasa baginya.
Rumah itu dibangun oleh ayahnya setelah berpisah dengan ibunya dua tahun yang lalu. Walaupun cuma bekas kandang sapi, mereka tetap harus membayar sewa tanahnya.
"Itu tanah khas desa jadi tetap harus bayar, dulu saya punya rumah di Jongke juga, tapi dijual setelah orang tua berpisah," ungkapnya.
Ketika waktu malam tiba, Bripda Taufiq tidur bersama dengan tiga adiknya di dalam rumah tersebut. Sementara ayahnya tidur di bak mobil tua miliknya yang biasa dipakai untuk menambang pasir. "Nggak ada tempatnya, jadi bapak tidur di bak mobil," ungkapnya singkat.
LIKE & SHARE
0 Response to "Kehidupan Bripda Taufiq yang tinggal di kandang sapi"
Posting Komentar