Pemerhati masalah sosial di Makassar, Hurriah AH, MSi mengatakan, tes keperawanan di lingkup Polri merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Tes keperawanan dinilai sebagai bentuk diskriminatif terhadap perempuan.
"Tindakan yang dilakukan oleh jajaran Polri ini dapat dikategorikan sebagai perilaku yang kejam, karena melukai rasa kemanusiaan, merendahkan martabat perempuan dan diskriminatif terhadap perempuan yang merupakan calon Polwan," ungkap Hurriah.
Dalam laporan hasil penelitian Human Rights dilansir bahwa perempuan merasa tidak nyaman, ketakutan dan trauma bahkan ada yang pingsan pada saat menjalani tes keperawanan tersebut.
Menurut kandidat doktor Universitas Teknologi Malaysia tersebut, kebijakan dan praktik tes keperawanan itu, apalagi dilakukan oleh pejabat publik seperti kepolisian adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia baik yang termuat dalam konvensi-konvensi Internasional, khususnya Konvensi Anti Penyiksaan.
Selain daripada itu juga telah melanggar Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan yang prinsip-prinsipnya sudah termuat dalam UUD 1945 pasal 28 ayat (1) dan (2).
"Dan juga melanggar undang-undang organik lainnya khususnya melanggar Pasal 21 UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM," ungkapnya.
Polri sebagai institusi pemerintah, lanjutnya, pemerintah tunduk kepada berbagai Konsensus Internasional yang sudah ditandatanganinya seperti Deklarasi dan program Aksi Beijing. Deklarasi dan Program Aksi Kairo yang menekankan pentingnya hak atas integritas dan keutuhan jasmani dan rohani sebagaimana juga sudah dimuat dalam pasal 2 UU 39/1999, tentang HAM.
"Oleh karena itu, Kami mendukung pernyataan dari Kompolnas yang menyatakan bahwa yang perlu diketahui ialah kecenderungan kinerja dan sifat yang diperlukan oleh seorang Polwan untuk meningkatkan kinerja Polwan dan Kepolisian umumnya," tambahnya.
"Tindakan yang dilakukan oleh jajaran Polri ini dapat dikategorikan sebagai perilaku yang kejam, karena melukai rasa kemanusiaan, merendahkan martabat perempuan dan diskriminatif terhadap perempuan yang merupakan calon Polwan," ungkap Hurriah.
Dalam laporan hasil penelitian Human Rights dilansir bahwa perempuan merasa tidak nyaman, ketakutan dan trauma bahkan ada yang pingsan pada saat menjalani tes keperawanan tersebut.
Menurut kandidat doktor Universitas Teknologi Malaysia tersebut, kebijakan dan praktik tes keperawanan itu, apalagi dilakukan oleh pejabat publik seperti kepolisian adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia baik yang termuat dalam konvensi-konvensi Internasional, khususnya Konvensi Anti Penyiksaan.
Selain daripada itu juga telah melanggar Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan yang prinsip-prinsipnya sudah termuat dalam UUD 1945 pasal 28 ayat (1) dan (2).
"Dan juga melanggar undang-undang organik lainnya khususnya melanggar Pasal 21 UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM," ungkapnya.
Polri sebagai institusi pemerintah, lanjutnya, pemerintah tunduk kepada berbagai Konsensus Internasional yang sudah ditandatanganinya seperti Deklarasi dan program Aksi Beijing. Deklarasi dan Program Aksi Kairo yang menekankan pentingnya hak atas integritas dan keutuhan jasmani dan rohani sebagaimana juga sudah dimuat dalam pasal 2 UU 39/1999, tentang HAM.
"Oleh karena itu, Kami mendukung pernyataan dari Kompolnas yang menyatakan bahwa yang perlu diketahui ialah kecenderungan kinerja dan sifat yang diperlukan oleh seorang Polwan untuk meningkatkan kinerja Polwan dan Kepolisian umumnya," tambahnya.
LIKE & SHARE
0 Response to "Syarat perawan untuk calon Polwan dianggap melanggar HAM"
Posting Komentar