Mari kita ingat sekali lagi ingatan kita untuk dua tahun yang lalu. Rabu siang, 22 Desember 2012, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka ikut berunjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak.
Bersama Gugun Gondrong, Rieke memimpin 50 orang dari kalangan ibu dan mahasiswa berdemonstrasi. Sambil mengitari Bundaran Hotel Indonesia (HI), ibu-ibu memukul-mukul peralatan masak, seperti panci dan penggorengan. Sedangkan mahasiswa menuntun sepeda motor.
Pengunjuk rasa juga membawa spanduk hitam bertulisan Tolak Kenaikan Harga BBM dan Sita Harta Koruptor untuk Subsidi Rakyat.
"Pemerintahan SBY selama ini meneriakkan slogan kerakyatan justru menaikkan harga BBM di tengah rakyat dalam kemiskinan dan pengangguran," ungkap Rieke dengan penuh semangat. "Karena itu, pemerintah jangan omong soal kerakyatan lagi."
PDIP sampai mengeluarkan buku putih yang berisi hitung-hitungan membuat pemerintah tidak perlu menaikkan harga bahan bakar minyak. Akan tetapi sangat sulit untuk mendapatkan buku itu. Bayu, salah satu staf Puan Maharani, mengaku sudah tidak lagi menyimpan buku tersebut. "Saya juga tidak ingat lagi isinya," ungkapnya.
Hal ini belum seberapa. Enam tahun yang lalu pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar minyak, Megawati Soekarnoputeri sesenggukan saat berpidato di acara Rapat Kerja Nasional PDIP di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. "Bangsa Indonesia terpuruk dan telah kehilangan martabat dan harga diri," ungkapnya.
Tapi itu dulu bro... Partai berlambang banteng itu sekarang telah berubah. Sang banteng seolah berwajah dua. Sebelum memerintah sang banteng moncong putih menyuarakan penolakan terhadap kenaikan harga bensin dan solar bersubsidi. Dan setelah berkuasa muka banteng berubah putih karena pucat pasi. Dia malu telah menjilat ludahnya sendiri dan berkhianat kepada rakyat Indonesia.
Intinya, rakyat tidak boleh kecewa, marah atau kaget. Dalam politik perubahan sikap dan haluan sangatlah wajar. Sebab Tuhan di arena politik adalah kepentingan bersifat abadi.
Untuk lebih menghayati dan meresapi hal tersebut, rasanya pas menyandingkan ingatan kita pada dua tahun yang lalu dengan sikap politik PDIP sekarang sambil mendengarkan lagu Ahmad Albar yang berjudul Panggung Sandiwara: "Dunia ini panggung sandiwara. Ceritanya mudah berubah...
Lagi-lagi ingatan kita kembali ke momen enam tahun yang lalu pada saat Megawati menyindir Presiden Yudhoyono dengan lirik lagu Iwan Fals. "BBM naik tinggi susu tak terbeli. Orang pintar tarik subsidi, anak kami kurang gizi."
Bersama Gugun Gondrong, Rieke memimpin 50 orang dari kalangan ibu dan mahasiswa berdemonstrasi. Sambil mengitari Bundaran Hotel Indonesia (HI), ibu-ibu memukul-mukul peralatan masak, seperti panci dan penggorengan. Sedangkan mahasiswa menuntun sepeda motor.
Pengunjuk rasa juga membawa spanduk hitam bertulisan Tolak Kenaikan Harga BBM dan Sita Harta Koruptor untuk Subsidi Rakyat.
"Pemerintahan SBY selama ini meneriakkan slogan kerakyatan justru menaikkan harga BBM di tengah rakyat dalam kemiskinan dan pengangguran," ungkap Rieke dengan penuh semangat. "Karena itu, pemerintah jangan omong soal kerakyatan lagi."
PDIP sampai mengeluarkan buku putih yang berisi hitung-hitungan membuat pemerintah tidak perlu menaikkan harga bahan bakar minyak. Akan tetapi sangat sulit untuk mendapatkan buku itu. Bayu, salah satu staf Puan Maharani, mengaku sudah tidak lagi menyimpan buku tersebut. "Saya juga tidak ingat lagi isinya," ungkapnya.
Hal ini belum seberapa. Enam tahun yang lalu pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar minyak, Megawati Soekarnoputeri sesenggukan saat berpidato di acara Rapat Kerja Nasional PDIP di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. "Bangsa Indonesia terpuruk dan telah kehilangan martabat dan harga diri," ungkapnya.
Tapi itu dulu bro... Partai berlambang banteng itu sekarang telah berubah. Sang banteng seolah berwajah dua. Sebelum memerintah sang banteng moncong putih menyuarakan penolakan terhadap kenaikan harga bensin dan solar bersubsidi. Dan setelah berkuasa muka banteng berubah putih karena pucat pasi. Dia malu telah menjilat ludahnya sendiri dan berkhianat kepada rakyat Indonesia.
Intinya, rakyat tidak boleh kecewa, marah atau kaget. Dalam politik perubahan sikap dan haluan sangatlah wajar. Sebab Tuhan di arena politik adalah kepentingan bersifat abadi.
Untuk lebih menghayati dan meresapi hal tersebut, rasanya pas menyandingkan ingatan kita pada dua tahun yang lalu dengan sikap politik PDIP sekarang sambil mendengarkan lagu Ahmad Albar yang berjudul Panggung Sandiwara: "Dunia ini panggung sandiwara. Ceritanya mudah berubah...
Lagi-lagi ingatan kita kembali ke momen enam tahun yang lalu pada saat Megawati menyindir Presiden Yudhoyono dengan lirik lagu Iwan Fals. "BBM naik tinggi susu tak terbeli. Orang pintar tarik subsidi, anak kami kurang gizi."
Politik memang kejam...tak mengenal perasaan...hanya nafsu untuk jabatan dan memperkaya diri...janji tinggal janji...rakyatlah yang terbebani.
LIKE & SHARE
0 Response to "Sandiwara banteng bermuka dua"
Posting Komentar