Sejumlah anggota Polresta Pekanbaru yang diduga melakukan penganiayaan terhadap puluhan mahasiswa pada saat berunjuk rasa dan membajak kantor Radio Republik Indonesia (RRI) di Jalan Jenderal Sudirman Selasa (25/11) lalu, di periksa Provost. Hal ini karena pembubaran terhadap demonstrasi para mahasiswa yang berujung bentrok tersebut dilakukan di sebuah rumah ibadah, yakni mushalla.
Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Robert Harianto Waratan mengatakan, pihaknya meminta maaf kepada semua kalangan yang ternodai dengan adanya aksi brutal dari anak buahnya terhadap demonstrasi puluhan mahasiswa yang tidak memiliki izin tersebut.
"Kita sedang melakukan penindakan terhadap anggota saya yang terlibat dalam insiden di mushalla itu, ke depannya kita harapkan hal ini tidak akan terjadi lagi, dan saya meminta maaf atas kejadian ini," terang Robert.
Robert sangat menyayangkan tindakan tidak santun yang ditunjukkan oleh anggotanya dalam melakukan pembubaran mahasiswa yang membajak kantor RRI Pekanbaru, walaupun aksi mahasiswa pada saat itu mengarah pada tindakan anarkis.
"Enam orang anggota yang diduga terlibat saat ini diperiksa oleh pihak Provost. Untuk masalah ini saya berjanji akan menindak tegas anggota yang terlibat,"ungkapnya.
Robert menambahkan, insiden pembubaran yang berujung pada penganiayaan yang dilakukan oleh anggota di sebuah rumah ibadah tersebut merupakan di luar kendalinya.
"Sebenarnya adik-adik mahasiswa kita ini tidak salah dalam melakukan aksinya, tetapi ada beberapa hal yang dilanggar oleh penerus generasi bangsa ini," tutur Robert.
Robert mencontohkan, misalnya ketika menuju ke Kantor RRI yang berada di Jalan Sudirman, rombongan mahasiswa dengan kendaraannya melawan arus di Jalan Samratulangi. Begitu juga aksi yang dilakukan di Radio Republik Indonesia, menurutnya, para mahasiswa juga tidak mengantongi izin.
"Malah saya sendiri yang memohon kepada pihak RRI memberikan mereka waktu mengudara (Siaran) di RRI," terang Robert.
Bentrokan yang terjadi dipicu saat para mahasiswa tidak ingin membubarkan diri setelah menyampaikan aksi lewat RRI. Anggota polisi yang meminta para mahasiswa bubar malah tidak diindahkan oleh para mahasiswa. Padahal setelah melakukan aksi lewat Radio Republik Indonesia ratusan mahasiswa berjanji akan membubarkan diri.
"Anggota saya yang berada di lapangan hanya meminta komitmen dan janji para mahasiswa untuk membubarkan diri setelah permintaannya dituruti, akan tetapi pada saat diminta untuk membubarkan diri malah ratusan massa yang lain datang dan saat ditanyakan dan diminta untuk bubar mereka malah tetap bertahan," jelas Robert.
Atas aksi brutal personel Polresta Pekanbaru yang dilakukan di mushalla, Robert mengatakan hal itu terjadi pada saat situasi dalam keadaan ribut. Sementara anggota polisi di lapangan tidak berniat untuk merusak Mushalla Assyakirin yang berada di Kantor RRI.
"Mushalla itukan tempat ibadah yang sangat sakral. Memang para mahasiswa yang ketakutan melarikan diri ke sana, tetapi anggota hanya meminta keluar saja," terangnya.
Menurut Robert,pada saat masuk ke dalam mushalla, anggota Polisi memang menggunakan sepatu, kemudian para mahasiswa yang kabur ke dalam sana apa juga menggunakan sepatu karena adanya pengejaran untuk dibubarkan.
"Anggota kita memang tidak membuka sepatu, dan itu sangat disayangkan. Akan tetapi, kita juga menyesalkan sikap mahasiswa yang lari ke mushalla juga menggunakan sepatu, pada saat diminta untuk dibubarkan. Karena tempat ibadah, anggota sempat meminta para mahasiswa keluar, tapi tidak dipedulikan," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, beberapa mahasiswa mengalami luka akibat bentrok antara pihak Kepolisian dan juga mahasiswa yang sedang melakukan aksi di Kantor RRI. Bentrokan itu diduga terjadi setelah pihak Kepolisian Mapolresta Pekanbaru meminta ratusan mahasiswa untuk bubar, tetapi faktanya para mahasiswa bertahan dan malah menambahkan massa.
Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Robert Harianto Waratan mengatakan, pihaknya meminta maaf kepada semua kalangan yang ternodai dengan adanya aksi brutal dari anak buahnya terhadap demonstrasi puluhan mahasiswa yang tidak memiliki izin tersebut.
"Kita sedang melakukan penindakan terhadap anggota saya yang terlibat dalam insiden di mushalla itu, ke depannya kita harapkan hal ini tidak akan terjadi lagi, dan saya meminta maaf atas kejadian ini," terang Robert.
Robert sangat menyayangkan tindakan tidak santun yang ditunjukkan oleh anggotanya dalam melakukan pembubaran mahasiswa yang membajak kantor RRI Pekanbaru, walaupun aksi mahasiswa pada saat itu mengarah pada tindakan anarkis.
"Enam orang anggota yang diduga terlibat saat ini diperiksa oleh pihak Provost. Untuk masalah ini saya berjanji akan menindak tegas anggota yang terlibat,"ungkapnya.
Robert menambahkan, insiden pembubaran yang berujung pada penganiayaan yang dilakukan oleh anggota di sebuah rumah ibadah tersebut merupakan di luar kendalinya.
"Sebenarnya adik-adik mahasiswa kita ini tidak salah dalam melakukan aksinya, tetapi ada beberapa hal yang dilanggar oleh penerus generasi bangsa ini," tutur Robert.
Robert mencontohkan, misalnya ketika menuju ke Kantor RRI yang berada di Jalan Sudirman, rombongan mahasiswa dengan kendaraannya melawan arus di Jalan Samratulangi. Begitu juga aksi yang dilakukan di Radio Republik Indonesia, menurutnya, para mahasiswa juga tidak mengantongi izin.
"Malah saya sendiri yang memohon kepada pihak RRI memberikan mereka waktu mengudara (Siaran) di RRI," terang Robert.
Bentrokan yang terjadi dipicu saat para mahasiswa tidak ingin membubarkan diri setelah menyampaikan aksi lewat RRI. Anggota polisi yang meminta para mahasiswa bubar malah tidak diindahkan oleh para mahasiswa. Padahal setelah melakukan aksi lewat Radio Republik Indonesia ratusan mahasiswa berjanji akan membubarkan diri.
"Anggota saya yang berada di lapangan hanya meminta komitmen dan janji para mahasiswa untuk membubarkan diri setelah permintaannya dituruti, akan tetapi pada saat diminta untuk membubarkan diri malah ratusan massa yang lain datang dan saat ditanyakan dan diminta untuk bubar mereka malah tetap bertahan," jelas Robert.
Atas aksi brutal personel Polresta Pekanbaru yang dilakukan di mushalla, Robert mengatakan hal itu terjadi pada saat situasi dalam keadaan ribut. Sementara anggota polisi di lapangan tidak berniat untuk merusak Mushalla Assyakirin yang berada di Kantor RRI.
"Mushalla itukan tempat ibadah yang sangat sakral. Memang para mahasiswa yang ketakutan melarikan diri ke sana, tetapi anggota hanya meminta keluar saja," terangnya.
Menurut Robert,pada saat masuk ke dalam mushalla, anggota Polisi memang menggunakan sepatu, kemudian para mahasiswa yang kabur ke dalam sana apa juga menggunakan sepatu karena adanya pengejaran untuk dibubarkan.
"Anggota kita memang tidak membuka sepatu, dan itu sangat disayangkan. Akan tetapi, kita juga menyesalkan sikap mahasiswa yang lari ke mushalla juga menggunakan sepatu, pada saat diminta untuk dibubarkan. Karena tempat ibadah, anggota sempat meminta para mahasiswa keluar, tapi tidak dipedulikan," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, beberapa mahasiswa mengalami luka akibat bentrok antara pihak Kepolisian dan juga mahasiswa yang sedang melakukan aksi di Kantor RRI. Bentrokan itu diduga terjadi setelah pihak Kepolisian Mapolresta Pekanbaru meminta ratusan mahasiswa untuk bubar, tetapi faktanya para mahasiswa bertahan dan malah menambahkan massa.
LIKE & SHARE
0 Response to "Ini kronologi pemukulan polisi kepada mahasiswa di musala RRI"
Posting Komentar