Singapura punya rahasia agar bebas macet


"Macetnya cupu," ungkap Bowo, 28 tahun, warga negara Indonesia yang negara mengunjungi Singapura, sambil tergelak. Bowo membandingkan arus kemacetan di Orchard Road, pusat belanja di Negeri Singa tersebut, dengan padatnya jalanan yang sering dia hadapi di DKI Jakarta. "Paling kerasa tidak banyak sepeda motor yang memotong laju kendaraan lain dan menambah ruwet," tambah Wahyu, turis lainnya.

Peter Ong, 56 tahun, warga Singapura yang saat ini bermukim di Australia, merasa penilaian warga Indonesia yang merasa jalanan negaranya bebas macet, tidak sepenuhnya benar. "Karena sebetulnya ini awal Desember, sebagian sekolah libur. Maka dari itu terlihat lengang," tuturnya.

Dia mengatakan, pada jam-jam sibuk di bulan lainnya, kemacetan mudah ditemui dan kadang bikin frustrasi. "Tapi ya memang tidak separah Jakarta," ungkap Ong.

Bagi para warga kota-kota besar Indonesia, Singapura bisa jadi contoh kondisi jalan idaman. Hapsari, 27 tahun, pekerja komuter Jakarta-Tangerang berharap tidak perlu menghabiskan hidup di jalan. Dia minimal butuh 1,5 jam setiap pagi dan sore di jalanan yang tidak pernah bisa diprediksi. "Aku pernah di Singapura, rasanya jadi komuter enggak stres," terangnya.

Maka dari itu, tidak keliru jika bertanya pada warga yang bermukim di Singapura. Apa sebenarnya rahasia jalanan di kota yang hanya separuh luas DKI Jakarta tersebut, bisa relatif lebih sepi dibandingkan kota-kota besar Asia Tenggara...?

Rahasia pertama adalah, pemerintah Singapura keras membatasi populasi kendaraan pribadi. Syam, pekerja migran asal Malaysia yang sudah tiga tahun terakhir ini mencari nafkah di Singapura, menceritakan betapa mengerikannya punya kendaraan sendiri di Negeri Merlion tersebut.

"Kalau kamu sudah tidak pusing soal pajak, barulah berani punya private car atau motorcycle," ungkapnya sambil tersenyum.

Pajak yang dimaksud adalah biaya sertifikat atau setara BPKB dan pajak tahunan, yang jauh lebih mahal daripada harga jual mobil. Syam menceritakan, mobil yang jika dirupiahkan setara dengan Rp 150 juta, harus membayar gabungan pajak kendaraan dan pajak umum sehingga empat kali lipat.

"Mobil impor Jepang bisa dikenai pajak sampai dengan SGD 80.000 tiap tahunnya," terangnya.

Rahasia yang lain adalah, biaya bahan bakar. Paling murah ialah Oktan 95 yang disediakan SPBU Caltex atau Shell, di mana per liternya mendekati SGD 2 atau setara dengan Rp 18.746. Seumpamanya bawa sepeda motor pun, butuh rutin mengisi 20 liter per pekan. "Tidak sanggup saya," kata Syam.

Selain daripada itu, perumahan Singapura yang mayoritasnya berupa rumah susun, bukan rumah tapak, mengurangi minat masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi. Punya mobil artinya harus memikirkan ruang untuk tempat parkir dan berbagai macam hal lainnya.

Sementara itu, jika naik bus dan MRT, setiap perjalanan hanya butuh 20 sen per orang per harinya. Merujuk data Today Online, setara dengan SGD 120 per bulannya.

"Dengan sistem perumahan tersebut, lebih murah naik transportasi umum," ungkap Syam.
LIKE & SHARE

0 Response to "Singapura punya rahasia agar bebas macet"