Oleh: Gigin Praginanto
Keberhasilan Setya Novanto merebut kursi Ketum Golkar adalah masa depan politik Jokowi. Menkopolhukam Luhut Panjaitan patut diacungi jempol.
Kerja keras Luhut melakukan lobi kesana-kemari menunjukkan bahwa dia adalah jendral yang ahli berpolitik. Dia juga ahli dalam merancang strategi masa depan untuk memuluskan Jokowi agar bisa maju dalam Pilpres mendatang meski konflik mereka dengan Ketum PDIP Megawati berkelanjutan.
Terlalu sulit dipungkiri Novanto tak berhutang budi kepada Luhut, yang sukses melobi para elite Golkar agar tak memilih Ade Komarudin sebagai Ketum. Apalagi Ade didukung oleh Jusuf Kalla, yang memiliki sumber dana sangat besar mengingat di belakangnya ada jaringan bisnis Kalla Group dan Bosowa Group.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemilihan Ketum Golkar tak pernah sepi dari politik uang, yang jumlahnya bisa mencapai ratusan miliar bahkan triliunan rupiah. Dalam persaingan Novanto lawan Ade misalnya, terbetik berbagai kabar dari kalangan Golkar sendiri bahwa keduanya sangat mengandalkan uang untuk memenangi persaingan.
Novanto sendiri jelas punya banyak uang karena dia adalah pengusaha besar dan sudah lama menjadi rekan bisnis bos Mulia Group Djoko S. Chandra, yang sudah bertahun-tahun buron. Maka, Novanto membutuhkan Golkar untuk menjadi beking politik bisnisnya.
Bila Luhut, yang juga bos Toba Sejahtera Group, mendukung Novanto meski popularitasnya sangat rendah akibat kasus ‘papa minta saham’ sehingga tak mungkin menjadi Capres, bukan tanpa pamrih tentunya. Bisa jadi, dia berharap dalam Pilpres mendatang, karena tak ada tokoh andalan, akhirnya Golkar melamar Jokowi agar menjadi kadernya sebelum dimajukan sebagai capres.
Strategi ini tak lepas dari kenyataan bahwa hubungan antara Luhut dan Jokowi di satu pihak dengan Megawati sangat buruk. Komunikasi mereka dengan Ketum PDIP tersebut sangat minim. Para pendukung Megawati bahkan tak segan menyebut Luhut sebagai penumpang gelap. Maka tak aneh bila nanti PDIP menolak untuk mencalonkan Jokowi dalam Pilpres 2019.
Bagi Luhut, Jokowi adalah orang paling tepat untuk menjadi presiden RI. Maklumlah, keduanya sudah lama menjadi rekan bisnis. Luhut adalah bos Toba Sejahtera Group. Putra Sulung Jokowi, Gibran Rakabuming, adalah adalah presiden direktur PT Rakabu Sejahtera, salah satu wood based industry berorientasi ekspor dengan pasar utama Amerika Serikat. Toba Sejahtera kini memiliki sekitar 51% saham Rakabu sehingga memasukkannya sebagai bagian dari Toba Sejahtera Group.
Berlatar belakang bisnis semacam itu, tak ada yang aneh bila nanti Luhut dan Novanto berduet untuk menggolkan Jokowi menjadi Capres 2019. Dengan Ahok sebagai Cawapres, bila popularitasnya tetap tinggi seperti sekarang dan tidak dikirim ke penjara oleh KPK gara-gara kasus reklamasi, mereka bakal terlalu sulit dikalahkan.[indonesianreview.com]
LIKE & SHARE
0 Response to " Duet Maut Luhut-Jokowi (Bisnis Besar di Balik Pilpres Mendatang) "
Posting Komentar