Mari membayangkan peristiwa ini:
Seorang pemimpin yang kuat,
pria yang memiliki hati dan jiwa penakluk, akan tiba di kota itu. Dia
membawa risalah untuk membangun tauhid atau menyembah hanya kepada sang
Pencipta. Dia membawa kehormatan untuk kota itu dan keselamatan bagi
rakyatnya. Semua orang – pria, wanita dan anak-anak – telah menunggunya
dengan napas tertahan.
Sekarang sudah memasuki hari ke tiga.
Orang-orang
menunggu dengan hati yang diliputi rasa gelisah dan cemas …. Apakah
beliau baik-baik saja? Tiba-tiba diujung cakrawala … ada setitik warna
hitam … .. Dua unta mendekat … .. Nabi Allah itu telah tiba. Kerumunan
bergerak maju. Semua orang ingin menjadi yang pertama untuk menyambut
Muhammad (saw). Orang tua, laki-laki dan pemimpin masyarakat yang bijak.
… tapi, tiba-tiba … ada anak-anak, gadis-gadis kecil, menyela di
kerumuman itu sambil menyenandungkan lagu yang memuji Nabi.
Nabi
Allah mendengar suara-suara kecil mereka, beliau mendengarkan lagu
mereka. Beliau mendekat kepada anak-anak kecil itu dan meluangkan
waktunya untuk mereka.
“Apakah kalian mencintaiku?” Beliau bertanya.
“Ya,
ya! Kami mencintai dan menghormati Anda ya Rasulullah.” Jawab anak-anak
itu dengan penuh semangat dan hati riang. Kemudian Nabi menjawab:
“Dan saya juga mencintai kalian semua.”
Anak-anak itu menjadi sangat senang!
Laki-laki
mulia ini begitu lelah dari sebuah perjalanan panjang, melalui padang
gurun, dan penuh dengan bahaya. Beliau telah meninggalkan rumahnya,
hijrah ke kota lain. Namun, dalam keadaan yang lelah itu beliau masih
ingat kepada anak-anak!
Beliau adalah seorang pria dengan sebuah
misi untuk menyebarkan kebenaran. Beliau membawa kabar kepada
orang-orang untuk tidak menyekutukan Allah. Beliau membawa risalah yang
menolak semua praktek kebohongan dan kejahiliyahan di masa lalu.
Pendengarnya termasuk para raja, prajurit dan orang-orang bijak. Namun
…… beliau masih meluangkan waktu untuk anak-anak!
Beliau adalah
seorang pemimpin dan seorang utusan Allah. Semua orang ingin beliau
menjadi tamu mereka; beliau selalu dikerumuni oleh orang-orang yang
mencintainya – orang-orang penting, tokoh masyarakat dan pedagang yang
kaya – orang-orang mengundangnya ke dalam kehidupan dan rumah mereka.
Namun … beliau memiliki cinta yang besar kepada anak-anak kecil!
Beliau
adalah manusia yang kita ambil sebagai pemimpin kita, manusia yang
menjadi teladan bagi kita. Melalui Sirah Nabi kita tercinta, kita
menemukan banyak contoh yang menggambarkan cinta dan kasih beliau
terhadap anak-anak. Beliau datang sebagai nabi untuk seluruh umat
manusia, dan jelas bahwa “seluruh umat manusia” termasuk juga anak-anak.
Banyak
Hadits yang menjelaskan kepada kita tentang cinta beliau kepada anak
dan cucu beliau ketika mereka masih kecil itu. Usamah bin Zaid
meriwayatkan bahwa Nabi pernah membawanya (yaitu Usamah) dan Al-Hassan
(yang merupakan cucu Nabi) di pangkuannya dan mengatakan:
“Ya Allah! Cintailah mereka, karena aku mencintai mereka.” (Al-Bukhari, 3735)
Beliau
memeluk cucu-cucu beliau dan bersikap baik kepada mereka. Beliau
membimbing mereka, membawa mereka dan hewan peliharaan mereka. Beliau
mencintai anak-anak dan tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan cinta ini,
bahkan di depan umum, dan mendorong para pengikutnya untuk melakukan hal
yang sama.
Rasulullah mencium Al-Hasan bin ‘Ali ketika Al-Aqra’
bin Habis At-Tamim sedang duduk bersama beliau. Al-Aqra’ berkata, “Aku
memiliki sepuluh anak dan tidak pernah mencium salah satu dari mereka.”
Nabi menoleh kepadanya dan berkata:
“Barangsiapa yang tidak menyayangi, maka (dia) tidak akan disayangi.” (Shahih Bukhari, no. 5997).
Dari
Aisyah ra, dia berkata: Seorang Arab Baduwi menemui Nabi Saw kemudian
bertanya, “Anda mencium anak laki-laki? Kami tidak pernah mencium anak
laki-laki”. Mendengar itu Nabi Saw bersabda, “Aku tidak dapat berbuat
apa-apa terhadap kamu jika Allah mencabut rasa kasih sayang dari
hatimu”. (Bukhari, 5998)
Ini sebuah pernyataan tegas yang datang dari Nabi Allah dan menegaskan kembali pentingnya mencintai dan menyayangi anak-anak.
Nabi
mempersingkat shalatnya jika beliau mendengar bayi menangis, karena
beliau tidak ingin menyusahkan ibu bayi itu. Pada kesempatan lain,
beliau shalat dengan anak dalam gendongannya, mengangkatnya ketika
beliau berdiri, dan menurunkan anak itu saat beliau sujud. Ini
menunjukkan bahwa betapa lembutnya beliau memperlakukan anak-anak.
Ummul
Mukminin Aisyah Radhiyallahu ‘Anha menceritakan bagaimana seorang anak
mengencingi Nabi, tetapi beliau tidak mengeluh atau ribut; beliau hanya
mengambil air dan membersihkan pakaiannya dengan menuangkan air di
permukaan yang terkena najis.
Ini menunjukkan betapa beliau
sangat mencintai anak-anak. Beliau menghargai anak-anak dan memaafkan
kesalahan kecil yang mereka buat. Beliau bermain dengan mereka, membawa
mereka naik unta dan kemudian memberi mereka makan kurma. Betapa
menyenangkan! Beliau mengerti bahwa anak kecil memiliki rasa penasaran
yang tinggi dan suka mengeksplorasi hal-hal baru.
Jadi seorang
ayah yang merasa terlalu sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk
memeluk anak mereka, silakan mengambil pelajaran terhadap yang telah
diajarkan oleh Nabi Allah kepada kita. Merupakan sunnah Nabi untuk
mencintai dan menyayangi anak-anak! Merupakan sunnah Nabi memeluk dan
menggendong bayi kita! Merupakan sunnah Nabi mencium putra atau putri
kita!
Anak-anak membawa kegembiraan, mereka adalah rahmat dan
karunia dari Allah karena mereka membawa berkah bagi keluarga mereka,
dan melembutkan hati yang keras. Ini adalah kontribusi mereka terhadap
masyarakat dan kita harus menghormati mereka untuk kontribusi itu.
Yang terpenting adalah bahwa kita harus mengasihi anak-anak kita karena anak-anak kecil paling baik dalam memahami bahasa cinta.
Anak-anak memilik perasaan yang sangat lembut, maka perlakukanlah mereka dengan lembut.
Mungkin
sebagian orang mengira bahwa apabila seorang ayah akrab dengan anaknya
dan bergaul dengan mereka, mengurangi kewibawaan dan kedudukan ayah
dimata mereka, hal ini adalah penilaian salah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mencontohkannya sejak lima belas abad yang lalu bagaimana cinta dan kasih sayang beliau terhadap anak-anak.
LIKE & SHARE
0 Response to "Ayah, mengapa begitu sulit untuk mengatakan "Aku menyayangimu"?"
Posting Komentar