Ada seorang wanita,Emak terlihat sangat gugup. Raut wajahnya kelihatan gelisah. Sesekali dia melirik ke sisi timur laut tugu Monumen Nasional, kemudian kembali duduk dekat barang dagangannya di bawah patung Diponegoro.
Ternyata sore itu para anggota Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sedang melakukan razia.Razia itu digelar untuk membersihkan kawasan Monas dari keberadaan pedagang kaki lima.
“Saya capek, habis kejar-kejaran dengan petugas kamtib (keamanan dan ketertiban),” ungkap Emak, penjual kopi yang biasa mangkal di kawasan Monas.Dia bahkan harus melompat pagar sisi utara Monas supaya tidak tertangkap. Kamtib merupakan istilah yang dipakai para pedagang untuk menyebut petugas yang melakukan razia, baik dari polisi pamong praja, tentara maupun polisi.
Emak mengeluh setiap hari ada penertiban.Karena,dia kehilangan pendapatan cukup besar setelah semakin rutinnya digelar razia.
Padahal untuk dapat berjualan di Monas pedagang wajib memberikan uang supaya usahanya tidak diganggu.Uang sebagai jaminan keamanan itu diberikan kepada polisi pamong praja, polisi maupun tentara. “Biasanya kami dimintai para petugas. Ada Rp 10 ribu, Rp 20 ribu, tergantung usahanya apa,” ungkap pedagang lain di Monas.
Seorang pedagang asongan membenarkan hal itu. Bahkan pungutan itu berlaku untuk semua jenis usaha yang ada di kawasan Monas. “Masing-masing sudah ada bagiannya. Misalkan untuk pedagang siapa, parkir jatahnya siapa,” terangnya.
Polah para aparat yang meminta jatah ini sangat sering dikeluhkan. Ini lantaran penarikan itu dilakukan seenaknya tanpa memikirkan berapa keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing pedagang. “Mintanya seenak mereka saja, kadang pagi, kadang sore. Kita belum dapat untung sudah ditarik saja,” ungkapnya.
Apabila jatah itu tidak diberi, para pedagang itu tidak bisa berharap mendapat jaminan keamanan. “Kalau kena razia, nanti harus menebus Rp 300 ribu. Ya berat itu,” ucapnya.
Kalau nekat tidak memberikan uang pengamanan,para pedagang sering mendapat ancaman. Parahnya lagi adalah kekerasan fisik. Sumarjo menerangkan kejadian beberapa bulan yang lalu. Satu anggota polisi militer membakar seorang tukang parkir.
Pemalakan yang dilakukan aparat itu layaknya tindakan para preman. Bedanya adalah mereka berseragam,miris sekali.
LIKE & SHARE
0 Response to "Ternyata ada preman berseragam dikawasan monas"
Posting Komentar